Dalam hubungan kerja sering terjadi permasalahan salah satunya masalah Pemutus Hubungan Kerja (PHK), permasalahan PHK tersebut tidak bisa di hindari di Indonesia dan PHK masih saja terus terjadi hingga awal tahun 2020 seperti kasus 620 pekerja/buruh yang di PHK PT Alpen Food Industry. Maka penulis akan mengkaji kasus tersebut dengan metode penelitian normatif. Dan PHK tersebut terjadi akibat aksi mogok kerja yang dilakukan para pekerja/buruh. Mogok kerja pada dasarnya adalah suatu kesepakatan dari sekelompok pekerja/buruh untuk menghentikan kerja ataupun menarik anggota mereka agar tidak bekerja untuk sementara waktu, mogok kerja terdiri dari Mogok Kerja yang Sah dan Tidak Sah, mengenai ketentuan mogok kerja dalam hukum Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 137 sampai dengan Pasal 145 dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 232 Tahun 2003 tentang Akibat Hukum Mogok Kerja yang Tidak Sah. Mogok kerja adalah hak dasar atau suatu hak normatif yang melekat pada pekerja/buruh yang harus dilindungi, apabila mogok kerja yang dilakukan buruh/pekerja adalah mogok kerja yang sah maka para buruh/pekerja mendapatkan perlindungan hukum berupa larangan bagi pengusaha untuk: 1) Mengganti pekerja/buruh yang mogok kerja dengan pekerja buruh lain dari luar perusahaan, 2) Memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apapun kepada pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh selama dan sesudah melakukan mogok kerja tetapi jika mogok kerja yang dilakukan pekerja/buruh adalah mogok kerja yang tidak sah yang disebut mangkir maka pekerja/buruh mendapatkan sanksi yang dianggap mengundurkan diri. Kata Kunci: pekerja/buruh, PHK, mogok kerja.