Perkembangan dan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sejatinya tidak hanya dapat membawa dampak positif tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk hal-hal yang negatif dalam kehidupan masyarakat yaitu memberi peluang untuk digunakan sebagai sarana melakukan berbagai macam tindak kejahatan. Pornografi bukan hanya mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku penyebar tindak asusila tersebut saja. Pornografi melalui internet menunjukkan bahwa pornografi sebagai balas dendam atau revenge porn merupakan kejahatan dengan modus operandi baru. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah unsur delik pidana yang diberikan kepada pelaku penyebar pornografi sudah sesuai dan apakah peraturan perundang-undangan di Indonesia dapat memberikan perlindungan terhadap korban pornografi pada Putusan Perkara Nomor 82/Pid.Sus/2019/PN. Slw. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa putusan yang diberikan oleh Majelis Hakim kepada pelaku sudah sesuai dengan unsur delik yang ada di Pasal 29 jo Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Peraturan Perundang-undangan yang sudah ada di Indonesia masih belum memberikan perlindungan terhadap korban pornografi dengan beberapa faktor seperti pemberian batasan pornografi yang tidak jelas, ancaman hukuman yang terlalu ringan, ketidakjelasan pihak yang dianggap tepat mempertanggungjawabkan kejahatan yang dikategorikan sebagai pornografi dan penegakan hukum yang belum konsisten, menunjukkan bahwa Pemerintah serta Aparat Penegak Hukum masih belum memberikan perhatian yang lebih terhadap pornografi dengan latar belakang balas dendam (revenge porn). Kata kunci: Perkembangan dan kemajuan teknologi informasi, Revenge porn, Penerapan Unsur Delik, Peraturan Perundang-undangan