Sistem hukum negara tergambar dalam budayanya, negara barat individualistik kapitalis, sedangkan negara timur kumunalistik religius. Dalam politik hukum pertanahan barat menggunakan asas domein dalam penguasaan atas tanah, sehingga tiap bidang tanah menjadi milik subyek hukum, baik orang maupun badan. Lain halnya dengan politik hukum tanah nasional yang menggunakan asas kepemilikan bersama (hak ulayat), yang memberikan kemungkinan individu menguasai kepemilikannya, sepanjang memperhatikan fungsi sosial. Kedua sistem yang kontradiktif tersebut pernah berlaku sebagai hukum positif di Indonesia pada masa pemerintahan Hindia Belanda, yang menimbulkan berbagai fenomena, baik pada hak milik adat maupun hak ulayat. Penelitian ini menggunakan teori hukum pembangunan dari Mochtar Kusumatmadja dalam melakukan kajian penerapan asas domein dan hak ulayat sebagai sarana pembanganan pada masing-masing pemerintahan. Hasilnya dalam politik hukum tanah barat menerapan asas domein mengakibatkan hak milik adat menjadi milik Negara dengan sebutan tanah Negara tidak bebas (onvrij lands domein), sedangkan hak ulayat menjadi tanah negara bebas (vrij lands domein). Sedangkan politik hukum tanah nasional menerapan hak ulayat, telah diangkat menjadi hak bangsa, tapi memungkinkan adanya hak perorangan dan badan. Walaupun begitu, hak ini masih tetap diakui, dengan syarat sepanjang kenyataanya masih ada dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan nasional.