Penulisan jurnal ini bertujuan untuk memaparkan dan menghimbau masyarakat bahwa penyelesaikan sengketa bisnis dapat menggunakan lembaga arbitrase dan disertai kekuatan hukum pula. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif dan empiris merupakan solusi yang tepat dalam menyusun penelitian ini, serta melakukan pendekatan perundang-undangan dan perbandingan hukum diharap dapat menyempurnakan penelitian ini. Selama ketentuan Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UUAAPS ) berjalan beriringan, maka pengaturan dan prosedur arbitrase elektronik tetap berlaku. Perlunya UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai dasar hukum pendukung ketentuan Pasal 4 ayat (3) UU AAPS ialah demi menguatkan peraturan pada Pasal 4 ayat (3) UUAAPS. Apabila dibutuhkan alat bukti dalam penyelesaian yang berkaitan dengan sengketa, UUITE mengatakan dokumen elektronik sah sebagai alat bukti dan mempunyai kekuatan yang sama dengan dokumen konvensional lainnya. Adanya ketentuan hukum yang menyempurnakan secara khusus proses penyelenggaraan arbitrase elektronik, diharapkan menjadi pelindung hukum bagi pemberlakuan arbitrase elektronik di masa kini. Mengingat sekarang ini, dunia sedang dilanda pandemi sehingga seluruh kegiatan masyarakat perlu dilakukan dengan jarak jauh. Salah satunya dengan memberlakukan arbitrase secara elektronik dapat mengurangi keresahan masyarakat akan bahaya penularan Covid-19.